May 23, 2015

Kode Etik Jurnalistik

By Romeltea | Published: May 23, 2015

Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik adalah etika profesi wartawan. Etika jurnalis yang sering dilanggar adalah menyiarkan informasi cabul, menerima suap, dan tidak berimbang.

WARTAWAN itu kaum profesional, seperti dokter, pengacara, dan profesi lain yang memerlukan keahlian (expertise) khusus.

Sebagaimana layaknya kalangan profesional, wartawan juga memiliki kode etik atau etika profesi sebagai pedoman dalam bersikap selama menjalankan tugasnya (code of conduct).


Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers menyatakan "Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik".

Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

Pengertian Kode Etik Jurnalistik

Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi wartawan.

Dalam buku Kamus Jurnalistik (Simbiosa Bandung 2009) saya mengartikan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) atau Kannos of Journalism sebagai pedoman wartawan dalam melaksanakan tugasnya sebagai landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.

Kode Etik Jurnalistik

Berikut ini Kode Etik Jurnalistik (KEJ) terbaru, ditetapkan oleh Dewan Pers tahun 2008.  KEJ ini berlaku untuk seluruh wartawan Indonesia, di organisai wartawan mana pun ataupun yang tidak masuk organisasi wartawan.

Kode Etik Jurnalistik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

(Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers)

Sumber

Sejarah Kode Etik Jurnalistik

1. KEJ PWI

Untuk wartawan Indonesia, kode etik jurnalistik (KEJ) pertama kali dikeluarkan dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi tunggal wartawan seluruh Indonesia pasa masa Orde Baru.

Isi KEJ PWI antara lain:
  1. Berita diperoleh dengan cara yang jujur.
  2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck).
  3. Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion).
  4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.
  5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).
  6. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.

2. KEWI

Setelah era reformasi dan berlakunya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, PWI tidak lagi menjadi organisasi tunggal bagi wartawan Indonesia.

Kode etik jurnalistik yang baru pun dirumuskan dengan nama Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI).

KEWI dirumuskan, ditetapkan, dan ditandatangani 6 Agustus 1999 oleh 24 organisasi wartawan Indonesia di Bandung, lalu ditetapkan sebagai Kode Etik Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia oleh Dewan Pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000.

KEWI meliputi tujuh hal sebagai berikut:
  1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar; 
  2. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi; 
  3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat; 
  4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila; 
  5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi; 
  6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan; 
  7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab. 
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu.

Namun, jika pelanggarannya mengarah ke Delik Pers, maka proses hukumlah yang diberlakukan. Delik pers yang banyak terjadi adalah Pencermaran Nama Baik.

Kini KEWI dinyatakan tidak berlaku dengan ditetapkannya KEJ baru oleh Dewan Pers sebagaimana dikutip di atas.

Kode Etik Jurnalistik Online

Dewan Pers juga menetapkan kode etik khusus jurnalistik online sebagai pelengkap atau tambahan bagi KEJ. Kode etik jurnalistik online ini dinamai Pedoman Pemberitaan Media Sibder. Link downloadnya ada di bawah.

Kode Etik yang Sering Dilanggar

Menurut data Dewan Pers, wartawan sering melakukan pelanggaran kode etik jurnalistik (Sumber). Bentuk pelanggarannya antara lain:
  1. Berita tidak berimbang, berpihak, tidak ada verifikasi, dan menghakimi.
  2. Mencampurkan fakta dan opini dalam berita
  3. Data tidak akurat
  4. Keterangan sumber berbeda dengan yang dikutip di dalam berita
  5. Sumber berita tidak kredibel 
  6. Berita mengandung muatan kekerasan.
Tampaknya data tersebut perlu ditambah dengan maraknya penyiaran informasi cabul seiring dengan fenomena media online yang cenderung menjadi koran kuning. Wasalam. (www.romelteamedia.com).*

Download File Pdf:  

Previous
« Prev Post
Author Image

Romeltea
Romeltea adalah onair dan online name Asep Syamsul M. Romli aka Kang Romel. Praktisi Media, Blogger, Trainer Komunikasi from Bandung, Indonesia. Follow me: facebook twitter instagram linkedin youtube

Recommended Posts

Related Posts

Show comments
Hide comments

34 comments on Kode Etik Jurnalistik

  1. Great idea! Sebuah tulisan yang sangat bagus untuk profesionalisme wartawan. Tapi sayang.... saat ini di balik layarnya dunia jurnalistik tercoreng oleh tindakan OKNUM WARTAWAN yang mencari berita sambil mencari amplop dan saat ini hal ini masih terjadi, sehingga dapat dijamin mereka jauh dari yang namanya profesional!
    Dan hal ini tidak hanya dilakukan oleh wartawan tanpa suratkabar (WTS), tapi juga media yang mengaku bernaung di bawah perusahaan besar seperti MetroTV, Kompas Group dan lain sebagainya.
    Kalau ini tidak segera diberantas, maka profesionalisme akan menjadi, maaf, bulshit...

    ReplyDelete
  2. Jun ManurungDecember 01, 2007

    Saya ingin jawab sedikit unek-unek dari 'dho'. Begini Pak "Seorang wartawan atau yang biasa di sebut dengan insan pers itu adalah manusia biasa yang banyak kekurangan. Perbuatan seperti persoalan yang Bapak sampaikan diatas jika tindakan wartawannya sudah melampaui batas sebaiknya anda laporkan ke pihak Berwajib di sertai dengan bukti-bukti yang atentik dan dapat di percayai. Sebagai masyarakat yang patuh dengan hukum Bapak juga bisa melaporkan kejadian tersebut, pasalnya wartawan itu berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat. perlu Bapak ketahui bahwa berprofesi sebagai wartawan kehidupannya belum sepenuhnya sejahtera (masih bnyak beban) dan serba pas-pasan. sekali lagi jika Bapak menemukan wartawan yang memeras pejabat atau seorang pengusaha atau siapa saja silahkan di laporkan ke pihak berwajib, sebab hal ini adalah tanggung jawab kita bersama. terimakasih..............

    ReplyDelete
  3. NUMPANG LEWAT AJ N MAKASIH ARTIKELNYA

    ReplyDelete
  4. HAHA.. Saya setuju banget dengan komen dari dho, bukan hanya menerima bahkan mereka tidak sungkan meminta amplop jika tidak dikasih wahwahwh... sepertinya kebiasaan buruk (sangat buruk malah!!) ini susah dihilangkan karena memang sebagian dari mereka mengganggap hal tersebut sebagai suatu kewajaran..
    mudah2han masih banyak wartawan mengutamakan profesionalitas dibandingkan dengan sebuah amplop...
    saya salah satunya.

    (*) Kita yakin, masih lebih banyak wartawan yang mengutamakan profesionalitas ketimbang wartawan "ngawur" yang nginjek-nginjek kode etik. Mestinya aparat bergerak tuh nertibin wartawan bodrek yang kadang WTS (Wartawan Tanpa Suratkabar) tu... Thank bro! Good Luck!

    ReplyDelete
  5. mau nanya..

    sebenarnya, KEWI itu kode etik yang berdiri sendiri di samping KEJ (PWI) dan AJI, atau telah disahkan menjadi bagian dari KEJ yang bersifat nasional?

    1 lg, bukankah KEWI telah dirumuskan kembali menjadi 11 pasal?

    terima kasih..

    ReplyDelete
  6. saya sangat tertarik dengan ilmu komunikasi maupun jurnalistik,tapi sayang saya bukan pakar jurnalistik, jadi hoby saya membaca terus masalah tersebut

    ReplyDelete
  7. kadang juga pingin sih jadi wartawan,tapi kalau ada lowongan wartawan tidak sesuai dengan jurusan nggak kepakai lagi.....kalau jadi wartawan bodrek nggak enak , lalu gimana ya solusinya.
    Padahal kalau masalah tulis menulis aku bisa lho

    ReplyDelete
  8. aku aja pingin lho kuliah lagi jurusan jurnalistik atau komunikasi, tapi maunya yang gratis, alias bea siswa

    ReplyDelete
  9. Mau nanya nih, apakah menyebut nama tersangkat secara vulgar (lengkap) dalam pemberitaan ada sanksinya gak bagi wartawan? SEbab tidak semua tersangka adalah pelaku. ini yang terjadi d Harian Lombok POst Mataram, Terima kasih atas penjelasannya

    (*) Menurut kode etik pemberitaan bidang kriminal, nama boleh disebutkan lengkap kalo sudah ada ketetapan hukum sebagai terpidana/terbukti di pengadilan. Jika masih sebagai tersangka, tertuduh, terdakwa, atau belum memiliki status dari pengadilan, maka kode etik menyebutkan harus ditulis inisial atau nama samaran. Alasannya, ya seperti yang Anda sebutkan itu... "SEbab tidak semua tersangka adalah pelaku..."

    Selain itu, wartawan harus menaati "asas praduga tak besalah", sebagaimana ditegaskan dalam Kode Etik Jurnalistik sebagai berikut:

    Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. (Pasal 3). Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

    Selain itu, penulisan nama korban juga harus hati-hati. Sebabnya, kode etik menyebutkan: "Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan" (Pasal 5). Penafsirannya, identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak; anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

    Soal sanksi bagi pelanggar kode etik, diserahkan kepada masing-masing pemimpin media ybs. Kode etik tidak ada sanksi hukum dari negara. Namun wartawan harus berhati-hati jangan sampai melanggar delik pers (KUHP), misalnya pencemaran nama baik, sehingga bisa dipidana. Thx

    ReplyDelete
  10. ass, makasih kang artikelnya....nambah referensi untuk penyusunan penelitian saya.
    saya sedang meenyusun proposal skripsi, dengan permasalahan " hubungan pemahaman wartawan suratkabar regional jakarta terhadap kode etik jurnalistik dengan sikap profesiomalnya "
    mungkin bisa kasih masukan? terimakasih....

    ReplyDelete
  11. saya selaku masyarakat yang kagum dengan profesi Jurnalistik sebenarnya merasa prihatin melihat perlakuan oknum2 yang menjelekan image para jurnalis profesional. mereka seenaknya saja memeras dan memperkaya diri sendiri saja. tanpa berfikir dampak yang akan terjadi.
    bila hal ini dibiarkan terjadi akan semakin banyak saja oknum yang menyalah gunakan profesi sebagai wartawan. saran saya apa tidak sebaiknya didirikan sebuah divisi khusus yang tetap bernaung pada PWI dan bertugas sebagai "PEMBERANTAS" oknum yang mrugikan tersebut. dengan demikian saya yakin sedikit demi sedikit akan menuntaskan keluhan dari bagian masyarakat yang dirugikan.
    sebagai dampak dari wartawan "ngawur" tersebut masyarakat akan merasa "risi" dengan profesi wartawan yang sebenarnya sangat mulia. karna saya sendiri sebelumnya pernah merasakan hal seperti itu.untuk kebanyakan para pengusaha dan pejabat selalu menganggap wartawan sebagai penghambat akibat mereka selalu di suguhi ancaman dan pemerasan dari wartawan "ngawur".

    Sebagai informasi di daerah Banten banyak wartawan "ngawur" dan wartawan palsu(tidak jelas identitasnya) yang kerjanya hanya datang ke kantor - kantor untuk meminta jatah.bila tidak segera ditindak hal ini akan sangat merugikan semua pihak.baik wartawan profesional dan para KORBANnya.

    terimakasih...
    DON.

    ReplyDelete
  12. Aslm. Kan saya pelajar d daerah priangan timur.
    Saya masih bingung mengenai jurnalistik. Apakah pers termasuk jurnalistik atau jurnalistik termasuk perss. Di kelas, materi Pkn tentang perss.
    Benar juga yah, di masa globalisasi ini pemikiran manusia menjadi materialisme. Sama d dunia jurnalistik juga yah. Manusia mengambil kesempatan dng menunggangi peliputan dan penulisan.

    (*) Jurnalistik = proses peliputan dan penulisan berita/karya jurnalistik. Media Massa = sarana penyebarluasan hasil peliputan dan penulisan tersebut. Pers = lembaga penerbitannya. Pers dimaknai juga sebagai persuratkabaran dan lembaga penerbitan. Baca artikel lainnya: dasar-dasar jurnalistik di blog ini atau artikel Dasar-Dasar Jurnalistik di www.romeltea.com

    ReplyDelete
  13. excorming tonightNovember 27, 2009

    mbakk,, mass,,

    mw tanya,, arti ato pengertian kode etiknya sendiri tu paan?? makachii...!

    ReplyDelete
  14. prisko gintinjgDecember 18, 2009

    mas or mbak kalo kode etik wartawan itu sama aja gak di setiap instansi kta bekerja.......??

    ReplyDelete
  15. irwan_8687August 12, 2010

    ass..bagaimanakah cara menhadapi pejabat yg benar-benar ngeyel dan merasa dirinya benar bahwa pejabat tsb tidak melakukan semacam penyimpangan,apakah kita tulis di berita biar ada tindak lanjut ke pihak kepolisian dan kejari.trims

    ReplyDelete
  16. apakah benar kode etik bisa dijalankan dengan benar... nyata2nya di tempat saya bekerja ada orang yg mengaku "wartawan" tetapi bukan selayaknya seperti wartawan/pers tetapi melainkan tukang peres.
    minta dibeli korannya dengan harga Rp 100.000 alasannya utk biaya cetak apakah itu disebut dengan wartawan.....GILA

    ReplyDelete
  17. dina marliaJanuary 18, 2013

    mau nanya,cara membaca berita dan wawancara yang baik menurut kode etik jurnalis tu apa ya?

    ReplyDelete
  18. ya... yang tidak melanggar kode etik jurnalistik tentunya.......

    ReplyDelete
  19. Ane lulusan smk jurusan akuntansi gan . Tapi dari SD ane udah hobi nulis sama mengarang, juga udah sering ngeliput juga gan . Dan insyaalah ane selalu update informasi, kira2 ane bisa jd wartawan/jurnalis yg profesional gak ya gan?

    ReplyDelete
  20. Tarnando putraFebruary 13, 2013

    Saya ingin bertanya kepada Bapak masalah wartawan, Sebenarnya wartawan adalah mencari berita seluas2nya tetapi yg mengganjal di hati saya adalah wartawan yang mencari uang dengan mengancam sesorang kalau tidak di kasi uang si wartawan akan ekspos keberita atau ke tablod dan mencari kesalahan seseorang padahal si wartawan itu tahu atau seluk beluk permasalahan dan wartawan mengincar apabila ada proyek rehab sekolah dan proyek kantor dan akan mengincar kepala sekolah dan kepala kantor saya rasa wartawan model akan mencoreng nama baik wartawan yg benar2 profesional , apakah wartawan model ini di anggap sebagi wartawan profesional adakah aturan yg mengganjal perjalanan wartawan yg model ini kalau ada tolong di infokan ke saya..............dan sya sangat berterima kasih????????

    ReplyDelete
  21. jawabannya ada di sini:
    1. http://romeltea.com/wartawan-amplop/
    2. http://romeltea.com/stop-budaya-amplop/
    3. http://romeltea.com/kiat-menghadapi-wartawan/
    4. http://romeltea.com/laporkan-penyalahgunaan-profesi-wartawan-2/
    5. http://romeltea.com/lagi-lagi-ulah-wartawan-amplop/
    Untuk melaporkan WARTAWAN GADUNGAN seperti yang Anda gambarkan tadi, bisa ke polisi (karena aksi demikian sudah termasuk pemerasan) atau ke Dewan Pers. Ada form pengaduan di www.dewanpers.org

    ReplyDelete
  22. asslamu alaikum wr wb
    pak, apakah setiap wartawan itu, berbeda kode etik yang digunakan?
    mohon balasannya terimakasih
    wassalamu alaikum wr.wb

    ReplyDelete
  23. Wa'alaikum salam wr wb, sama, yaitu KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia) yang sudah ditetapkan Dewan Pers dan berlaku bagi setiap wartawan Indonesia berdasarkan UU No. 49 tentang Pers. (Sebagaimana dijelaskan dalam posting di atas)

    ReplyDelete
  24. Bagaimana menghadapi wartawan, yg tiba2 dtg, kemudian nanya2 dgn nada tinggi dan menyudutkan pdhl kita ngga tw menau kasus ap yg digali.. Kemudian mengambil foto tanpa izin..

    Apakah itu wajar dan sesuai etika wartawan?

    Mohon penjelasannya... Mereka mmg tdk meminta ap2 hanya mencari informasi dgn cara mengancam2 gitu... Bgaimana menghadapinya pak???

    ReplyDelete
  25. Jawabannya ada di sini, sangat gamblang dan "praktis": http://romeltea.com/cara-menghadapi-wartawan/
    yang jelas, wartawan tersebut tidak punya sopan-santun, melanggar kode etik, otomatis gugur keprofesionalannya. Ganyang!!!!!!!

    ReplyDelete
  26. pak ......
    perbdaan wartwan profeional ma amatir gimana pak

    ReplyDelete
  27. profesional = menguasai j-skill dan taat kode etik. amatir = kurang/tidak menguasai j-skill dan kurang menaati kode etik.

    ReplyDelete
  28. assalamu alaikum wr.wb
    saya mau tanya mas tentang wartawan apakah setiap wartawan diwajibkan membawa surat tugas atau id card dalam setiap peliputan berita?
    dan penjelasam kode etik no 2

    ReplyDelete
  29. assalmu alaikum wr wb
    mas saya mohon arahan soalnya saya ada sedikit masalah dengan wartawan saya kerja di salah satu intansi pemerintahan saya mau curhat sedikit beberapa waktu lalu saya melarang wartawan untuk meliput berita karena saya tidak mengetahui ia wartawan kronologisnya iya mengatar surat ke kantor saya sedangkan di kantor saya sedang ada rapat oleh tamu dan ituh didokumentasikan oleh salah seorang rekan wartawan lain ketika siwartawan yang awalnya membawa surat ini terpacing untuk ikut mencari berita dan langsun mefoto foto tanpa bisa menjelaskan si pengantar surat in wartawan atau bukan maka saya larang bagai mana solusinya.

    ReplyDelete
  30. wa'alaikum salam wr wb... tanya ID Card/Press Card-nya, jika perlu cek ke kantor redaksinya (tlp), apa benar ia wartawan media tsb, jika ternyata bohong, usir!!!!!

    ReplyDelete
  31. wa'alaikum salam wr wb, iya benar, setiap wartawan wajib punya ID Card/Press Card. Jika tidak punya, tlp kantor redaksinya, memastikan benar-tidaknya ia wartawan media ybs...

    ReplyDelete
  32. pak apakah narasumber wajib memberikan data atau informasi kpd wartawan?misalnya disuatu dinas perijinan ada seorang wartawan yg meminta data tentang perusahaan tambang di wilayah tsb..trims

    ReplyDelete
  33. ya, wajib, sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), tentu dipilih dan dipilah, yang sekiranya bersifat "rahasia" boleh tidak diberikan. Kalo cuma profil perusahaan, harus dikasih.

    ReplyDelete

Contact Form

Name

Email *

Message *